BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Pada era desentralisasi, dirasa perlu merumuskan paradigma
baru bahwa pelaksanaan supervisi merupakan suatu kebijakan kendali mutu
penyelenggaraan pendidikan. Hal tersebut sejalan dengan pembagian kewenangan
berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999, khususnya pelaksanaan otoda bidang pendidikan.
Secara umum, supervisi pendidikan diarahkan pada pembinaan
guru dan staf sekolah. Kepala sekolah/pengawas berkewajiban untuk memberikan
segala bantuan dalam bentuk bimbingan dan penyuluhan terhadap berbagai aspek
dalam KBM sehingga tujuan pendidikan dapat dicapai secara optimal. Lebih
lanjut, M. Ngalim Purwanto menyatakan bahwa supervisi merupakan suatu aktivitas
pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan staf sekolah lainnya
agar dapat melakukan pekerjaan secara efektif.
Mengacu pada pengertian tersebut jelas bahwa supervisi
bukan merupakan suatu aktivitas yang bernuansa mencari kesalahan guru maupun
staf administrasi sekolah lainnya, melainkan membimbing, mengarahkan dan
memberi petunjuk teknis kepada guru dalam rangka meningkatkan profesionalisme dalam
melaksanakan tugas utama guru. Oleh karena itu menurut Glickman bahwa tugas-tugas supervisi meliputi :
- supervisi sebagai bantuan langsung kepada guru
- supervisi sebagai upaya pengembangan profesionalisme guru
- supervisi untuk pengembangan kurikulum
- supervisi untuk pengembangan kelompok
- penelitian tindakan kelas[1]
Tugas-tugas
tersebut merupakan arah dari pelaksanaan supervisi yang harus dilakukan oleh
Kepala Sekolah maupun supervisor. Namun dalam realitasnya pelaksanaan dan
pencapaian tugas supervisi yang ideal tersebut masih menghadapi beberapa
kendala yang dapat dikategorikan dalam dua aspek, yaitu kendala struktur dan kendala kultur. Pada aspek struktur birokrasi pendidikan di
Indonesia ditemukan kendala
antara lain sebagai berikut : Pertama,
secara legal yang ada dalam nomenklatur adalah jabatan pengawas bukan
supervisor. Hal ini mengindikasikan paradigma berpikir tentang pendidikan yang
masih dekat dengan era inspeksi. Kedua, lingkup tugas jabatan pengawas lebih menekankan
pada pengawasan administrasti yang dilakukan oleh kepala sekolah dan guru. Asumsi yang digunakan adalah apabila
administrasinya baik, maka pengajaran di sekolah tersebut juga baik. Ketiga, rasio jumlah pengawas dengan
sekolah dan guru yang harus dibina/diawasi sangat tidak ideal.; dan Keempat, persyaratan kompetensi, pola
rekrutmen dan seleksi, serta evaluasi dan promosi terhadap jabatan pengawas
juga belum mencerminkan perhatian yang besar terhadap pentingnya implementasi
supervisi pada ruh pedidikan, yaitu interaksi belajar mengajar di kelas.
Pada aspek kultural dijumpai
kendala antara lain : Pertama, para
pengambil kebijakan tentang pendidikan dan para pelaksana di lapangan belum
berpikir tentang pengembangan budaya mutu dalam pendidikan. Apabila dicermati,
mutu pendidikan yang diminta oleh customers sebenarnya justru terletak pada kualitas interaksi belajar
mengajar antara siswa dengan guru. Kedua,
nilai budaya interaksi sosial yang kurang positif, dibawa dalam
interaksi fungsional dan professional antara pengawas, kepala sekolah dan guru
sehingga menjadikan pengawas atau kepala sekolah tidak mau “masuk terlalu jauh”
pada wilayah guru. Ketiga,
budaya paternalistik, menjadikan guru tidak terbuka dan tidak membangun
hubungan professional yang akrab dengan kepala sekolah dan pengawas. Guru
menganggap mereka sebagai “atasan” sebaliknya pengawas menganggap kepala
sekolah dan guru sebagai “bawahan”.
Hal-hal itulah yang menjadikan
tugas-tugas supervisi yang sesungguhnya tidak dapat dilaksanakan secara
maksimal dan substansi dari tujuan pelaksanaan supervisi itu sendiri tidak
tercapai. Untuk mengatasi masalah tersebut ada beberapa langkah strategis yang
dapat dilakukan oleh Kepala Sekolah maupun Supervisor melalui proses analisis
yang baik dengan memanfaatkan kekuatan internal dan dukungan eksternal serta
dengan meminimalisir kelemahan internal dan hambatan eksternal baik berupa
tindakan-tindakan nyata maupun kebijakan-kebijakan yang mendukung.
- Fokus Masalah
Dalam
makalah ini pembahasan lebih difokuskan pada tugas-tugas supervisi yang
meliputi :
- supervisi sebagai bantuan langsung kepada guru
- supervisi sebagai upaya pengembangan profesionalisme guru
- supervisi untuk pengembangan kurikulum
- supervisi untuk pengembangan kelompok
- penelitian tindakan kelas
Dilanjutkan
dengan bagaimana realitas pelaksanaan tugas tersebut serta kekuatan, kelemahan,
hambatan dan juga dukungan terhadap pelaksanaan tugas serta dilengkapi dengan
saran atau solusi praktis jangka pendek.
BAB II
TUGAS-TUGAS
SUPERVISI
Seperti
ditegaskan oleh Glickman bahwa
supervisi pengajaran adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan
kemampuannya mengelola proses belajar mengajar demi pencapaian tujuan
pengajaran.[2] Jadi supervisi pendidikan erat kaitannya dengan proses bimbingan dan
penyuluhan proses belajar-mengajar secara utuh, yaitu persiapan mengajar,
pelaksanaan dan evaluasi kegiatan belajar-mengajar. Idealnya supervisi
merupakan kebijakan kendali mutu dalam upaya meningkatkan hasil pendidikan. Bahkan
sasaran lebih lanjut dari pelaksanaan tugas supervisi adalah untuk membantu
para guru, untuk pengembangan kelompok guru, untuk pengembangan profesionalisme
guru, untuk pengembangan kurikulum, dan penelitian tindakan kelas. Tugas-tugas
tersebut dilakukan oleh kepala sekolah dan atau penilik/pengawas sekolah.
- Bantuan Langsung Kepada Guru
Senada dengan Glickman, Wiles mendefinisikan supervisi sebagai
bantuan dalam pengembangan situasi belajar mengajar. Jadi secara sederhana,
supervisi pendidikan dapat didefinisikan sebagai proses pemberian layanan
bantuan profesional kepada guru untuk meningkatkan kemampuannya dalam
melaksanakan tugas-tugas pengelolaan proses pembelajaran secara efektif dan
efesien. Dalam pelaksanaan supervisi,supervisor
melakukan tiga hal, yaitu:
1.
Membimbing guru dalam kegiatan membuat perencanaan mengajar.
Usaha dan kegiatan yang dilakukan adalah membuat satuan pelajaran, menulis dan mereview silabus, pengembangan proses evaluasi, dan membuat rencana program pembelajaran.
Usaha dan kegiatan yang dilakukan adalah membuat satuan pelajaran, menulis dan mereview silabus, pengembangan proses evaluasi, dan membuat rencana program pembelajaran.
2.
Membantu guru dalam mengembangkan
kecakapan mengajar.
Usaha dan kegiatan membantu guru dalam mengembangkan kecakapan mengajar meliputi bantuan dalam memperbaiki metode mengajar, cara mengajar, dan proses belajar mengajar.
Usaha dan kegiatan membantu guru dalam mengembangkan kecakapan mengajar meliputi bantuan dalam memperbaiki metode mengajar, cara mengajar, dan proses belajar mengajar.
3.
Membantu guru dalam memecahkan
masalah guru.
Kegiatan yang dilakukan adalah membantu guru memecahkan masalah pribadi, hubungan dengan orang tua, masyarakat, dan siswa.
Kegiatan yang dilakukan adalah membantu guru memecahkan masalah pribadi, hubungan dengan orang tua, masyarakat, dan siswa.
Menurut
Ibrahim Bafadhal sebagaimana dikutip oleh Dedi Supriyadi untuk menjadi
professional, seorang guru dituntut memiliki;
- Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Ini berarti bahwa komitmen tertinggi guru adalah kepada kepentingan siswanya.
- Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkan serta cara mengajarkannya kepada siswa. Bagi guru, hal ini meryupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
- Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi, mulai cara pengamatan dalam perilaku siswa sampau tes hasilbelajar.
- Guru mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya, dan belajar dari pengalamannya. Artinya, harus selalu ada waktu untuk guru guna mengadakan refleksi dan koreksi terhadap apa yang telah dilakukannya. Untuk bisa belajar dari pengalaman, ia harus tahu mana yang benar dan salah, serta baik dan buruk dampaknya pada proses belajar siswa.
- Guru seyogianya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya, misalnya PGRI dan organisasi profesi lainnya. [3]
Secara detail uraian tugas supervisor dalam membantu guru untuk
pembinaan dan peningkatan profesi mengajar, sikap personal, dan sikap
profesional antara lain meliputi:
1. Membantu guru dalam memahami strategi belajar-mengajar
2.
Membantu guru dalam merumuskan tujuan-tujuan belajar
3. Membantu guru dalam menyusun berbagai
pengalaman belajar
4. Membantu guru dalam menyusun
keaktifan belajar siswa
5. Membantu guru dalam meningkatkan
ketrampilan dasar mengajar
6. Membantu guru dalam mengelola kelas
dan mendinamisasikan kelas sebagai suatu
proses kelompok
7. Membantu guru-guru dalam memecahkan
masalah keluh-kesah siswa dan pembinaan kepada siswa.
8. Membantu guru dalam memecahkan
masalah kesejahteraan.
9. membantu guru menyesuaikan
pengajaran dengan perbedaan individual.
Dalam konteks yang aplikatif, bantuan langsung kepada guru
harus bisa menghasilkan dan meningkatkan profesionalisme guru berupa
ketrampilan aplikatif dalam penguasaan sepuluh kompetensi guru, yang meliputi:
1.
Menguasai bahan, meliputi:
a) menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum,
b)
menguasai bahan pengayaan/penunjang bidang studi.
2. Mengelola program
belajar-mengajar, meliputi:
a) merumuskan tujuan pembelajaran,
b) mengenal dan menggunakan prosedur pembelajaran yang
tepat,
c) melaksanakan program belajar-mengajar,
d)
mengenal kemampuan anak didik.
3. Mengelola kelas, meliputi:
3. Mengelola kelas, meliputi:
a) mengatur tata ruang kelas untuk pelajaran,
b)
menciptakan iklim belajar-mengajar yang serasi.
4. Penggunaan media atau sumber belajar, meliputi:
4. Penggunaan media atau sumber belajar, meliputi:
a) mengenal, memilih dan menggunakan media,
b) membuat alat bantu yang sederhana,
c) menggunakan perpustakaan dalam proses belajar-mengajar,
d)
menggunakan micro teaching untuk unit program pengenalan lapangan.
5. Menguasai landasan-landasan pendidikan.
6. Mengelola interaksi belajar-mengajar.
7. Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pelajaran.
8. Mengenal fungsi layanan bimbingan dan konseling di sekolah, meliputi:
5. Menguasai landasan-landasan pendidikan.
6. Mengelola interaksi belajar-mengajar.
7. Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pelajaran.
8. Mengenal fungsi layanan bimbingan dan konseling di sekolah, meliputi:
a) mengenal fungsi
dan layanan program bimbingan dan konseling,
b)
menyelenggarakan
layanan bimbingan dan konseling.
9. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah.
10. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil
penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran. [4]
Jadi
arah pelaksanaan tugas supervisi harus mampu menghasilkan suatu bantuan pada
para guru secara langsung yang berkaitan dengan kebutuhan praktis mereka dalam
kegiatan proses belajar mengajar kepada siswa agar tujuan pembelajaran berhasil
secara maksimal.
B. Pengembangan Kelompok
Kondisi perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang
terus menerus mengalir dengan sendirinya menjadi sebuah perhatian serius bagi
pemerintah agar guru juga diberikan pembinaan profesional secara terus menerus.
Dengan demikian guru akan mampu
beradaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, guru dapat
memenuhi perubahan tuntutan profesionalisme kerja, dan guru dapat memenuhi
tuntutan masyarakat.
Mencermati berbagai kemajuan itulah pemerintah membentuk
beberapa organisasi penjamin mutu pendidikan dan lembaga-lembaga pembinaan
profesional guru melalui Proyek PEQIP (Primary Education Quality Improment
Project) atau yang disebut dengan Proyek Peningkatan Mutu Pendidikan Sekolah
Dasar. Beberapa wadah profesional pendidikan di sekolah dasar yang dibentuk
melalui PEQIP tersebut antara lain KKg dan PKG: [5]
a. Kelompok Kerja Guru (KKG)
Kelompok kerja Guru yang beranggotakan semua guru di dalam gugus yang
bersangkutan. KKG ini adalah wadah pembinaan profesional bagi para guru dalam
meningkatkan kemampuan profesional guru khususnya dalam melaksanakan dan
mengelola pembelajaran di Sekolah. Secara operasional Kelompok Kerja Guru dapat
dibagi lebih lanjut menjadi kelompok yang lebih kecil berdasarkan jenjang kelas
atau per mata pelajaran.
Pusat Kegiatan Guru adalah sebagai tempat diselenggarakannya Kegiatan
Kelompok Kerja Guru yang juga merupakan bengkel dalam merencanakan,
melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran. Pada dasarnya kegiatan kelompok
kerja guru yang dilaksanakan pada setiap gugus pada dasarnya sesuai dengan
program kerja yang telah disusun.
Kelompok-kelompok
di atas diberlakukan melalui SK Dirjen Dikdasmen No. 070/ C/ Kep/ 1/93 tanggal 7 april 1993. Semenjak
itulah Kelompok Kerja Guru (KKG) mulai dilaksanakan. Pada
dasarnya kelompok yang diuraikan di atas adalah merupakan wadah aktifitas
profesional untuk meningkatkan kemampuan profesional guru. Aktifitas yang
dimaksudkan ini tidak bersifat searah, melainkan bersifat multiarah. Artinya,
aktifitas yang dilaksanakan bersifat komprehensif dan total yang mencakup
presentasi, observasi, penilaian, kritik, tanggapan, saran, dan bimbingan.
Wadah dan
kelembagaan untuk pengembangan kesejawatan adalah kelompok yang merupakan organisasi
yang bersifat non-struktural dan lebih bersifat informal. Wadah ini
dikembangkan berdasarkan bidang studi atau rumpun bidang studi pada masing-masing
sekolah. Anggota yang memiliki kepangkatan tertinggi dalam setiap rumpun
diharapkan bisa berfungsi sebagai pembimbing. Kalau ada anggota memiliki
kepangkatan yang sama, maka diharapkan secara bergiliran salah satu darinya
berfungsi sebagai pembimbing anggota yang lain. Dengan bentuk wadah dan
kelembagaan semacam ini maka di setiap sekolah akan terdapat lebih dari satu
kelompok.
Keberadaan
kelompok akan memungkinkan para guru untuk bisa tukar fikiran dengan rekan
sejawat mengenai hal ikhwal yang berkaitan interaksi guru dengan para siswa.
Bagi seorang pekerja profesional, termasuk guru, komunikasi kesejawatan tentang
profesi yang ditekuni sangatlah penting. Namun sayangnya, justru komunikasi
kesejawatan inilah yang belum ada di kalangan profesi guru di tanah air kita.
Kelompok yang dibentuk merupakan wadah
kegiatan di mana antara anggota sejawat bisa saling asah, asuh dan asih untuk
meningkatkan kualitas diri masing-masing khususnya dan mencapai kualitas
sekolah serta pendidikan pada urnumnya. Asah
artinya satu dengan anggota sejawat yang lain saling membantu untuk
meningkatkan kemampuan profesionalnya. Asuh
berarti di antara anggota kesejawatan saling membimbing dengan tulus dan ikhlas
untuk peningkatan kemampuan profesional dan asih
berarti di antara anggota kesejawatan terdapat hubungan kekeluargaan yang
akrab. Secara terperinci kegiatan kelompok ditujukan untuk:
1. Meningkatkan kualitas dan kemampuan dalam pelaksanaan proses belajar
mengajar. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain : diskusi tentang
satuan pelajaran, diskusi tentang substansi meteri pelajaran, diskusi
pelaksanaan proses belajar mengajar termasuk evaluasi pengajaran, melaksanakan
observasi aktivitas rekan sejawat di kelas, mengembangkan evaluasi penampilan
guru oleh peserta didik, dan mengkaji hasil evaluasi penampilan guru oleh
peserta didik sebagai feedback bagi anggota kelompok.
2. Meningkatkan penguasaan dan pengembangan keilmuan,
khususnya bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya. Kegiatan yang
dilaksanakan antara lain : kajian jurnal dan buku baru, mengikuti jalur
pendidikan formal yang lebih tinggi, mengikuti seminar-seminar dan
penataran-penataran, menyampaikan pengalaman penataran dan seminar kepada
anggota kelompok, melaksanakan penelitian.
3. Meningkatkan kemampuan untuk mengkomunikasikan masalah akademis.
Kegiatan yang dilaksanakan antara lain: menulis artikel, menyusun laporan
penelitian, menyusun makalah, menyusun laporan dan review buku. [6]
Selanjutnya dalam sistem gugus Kelompok Kerja Guru selain
mendapatkan pembinaan secara langsung oleh Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah
juga dari para tutor dan guru pemandu mata pelajaran mekanisme pembinaan
profesional guru secara terus menerus dan berkesinambungan. Berkaitan dengan
tugas-tugas supervisi dalam pengembangan kelompok maka supervisor perlu
melakukan beberapa hal sebagai berikut:
1. memaksimalkan kualitas
profesionalisme masing-masing anggota kelompok dengan memberikan motivasi dan
atau pembinaan.
2. memaksimalkan peran dan
manfaat kelompok bagi pengembangan dan peningkatan profesionalisme anggotanya.
3. meningkatkan kualitas dan
keberadaan kelompok sebagai wadah para guru dan sebagai sarana bagi supervisor
karena dapat membantu tugas supervisor
- Pengembangan profesional
Profesionalisme menjadi tuntutan dari setiap pekerjaan.
Apalagi profesi guru yang sehari-hari menangani benda hidup yang berupa
anak-anak atau siswa dengan berbagai karakteristik yang tidak sama. Pekerjaaan
sebagai guru menjadi lebih berat tatkala menyangkut peningkatan kemampuan anak
didiknya, sedangkan kemampuan guru sendiri mengalami stagnasi.
Banyak kegiatan belajar mengajar yang tidak sesuai dengan
tujuan umum pendidikan yaitu untuk pemenuhan kebutuhan siswa dalam belajar,
keperluan masyarakat terhadap sekolah dan mata pelajaran yang dipelajari. Guru
memasuki kelas tidak mengetahui tujuan yang pasti, yang penting demi
menggugurkan kewajiban. Banyak guru enggan meningkatkan kualitas pribadinya
dengan mengikuti berbagai kegiatan ilmiah atau pelatihan demi pengembangan
kompetensi profesionalismenya, rendahnya
motivasi dan kebiasaan membaca, dan jarang pula yang secara rutin pergi ke
perpustakaan untuk melihat perkembangan ilmu pengetahuan. Kebiasaan membeli
buku menjadi suatu kebiasaan yang mustahil dilakukan karena guru karena guru sudah
merasa puas mengajar dengan menggunakan LKS ( Lembar Kegiatan Siswa ) yang
berupa soal serta sedikit ringkasan materi.
Berkaitan dengan tugas supervisi dalam pengembangan
profesionalisme guru, maka supervisor perlu melakukan diantaranya:
1. memberikan pembinaan dan motivasi
sekaligus pengakuan dan penghargaan terhadap peningkatan profesionalismenya.
2. memberikan pelayanan inservic
training tentang kompetensi-kompetensi yang berkaitan dan dibutuhkan bagi
pengembangan profesionalismenya,
3. memberikan kesempatan kepada
para guru untuk meningkatkan profesionalismenya baik melalui kegiatan workshop.
Maupun pelatihan-pelatihan yang mendukung.
4. memotivasi para guru untuk
melanjutkan pendidikan pasca sarjana pad program studi yang relevan dan
mendukung terhadap peningkatan profesionalisme mereka dalam proses belajar
mengajar.
- Pengembangan kurikulum
Kurikulum merupakan isi dari sebuah proses pendidikan,
berupa seperangkat rencana dan kegiatan yang diberikan kepada peserta didik
untuk mencapai tujuan tertentu. Sehingga
hasil dari sebuah proses pendidikan tergantung pada isi, bentuk dan
macam kurikulumnya.
Oleh karena kurikulum merupakan komponen penting dalam
proses pembelajaran, maka salah tugas supervisi adalah untuk pengembangan
kurikulum agar kegiatan pembelajaran tersebut benar-benar berisi dan
berkualitas. Menurut Wiles and Bondi sebagaimana dikutip oleh Mantja bahwa
perkembangan peranan supervisi sebagai pengembangan kurikulum adalah pada
periode 1955-1965.[7]
Pada
dasarnya pengembangan kurikulum dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu :
(1) pendekatan top-down the administrative model dan (2) the grass root model.
1.
The administrative model
Model ini
merupakan model pengembangan kurikulum yang paling lama dan paling banyak
digunakan. Gagasan pengembangan kurikulum datang dari para administrator
pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang
administrasinya, membentuk suatu Komisi atau Tim Pengarah pengembangan
kurikulum. Anggotanya, terdiri dari pejabat di bawahnya, para ahli pendidikan,
ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan para tokoh dari dunia kerja dan
perusahaan. Tugas tim ini adalah merumuskan konsep-konsep dasar,
landasan-landasan, kebijaksanaan dan strategi utama dalam pengembangan
kurikulum.
Selanjutnya
administrator membentuk Tim Kerja terdiri dari para ahli pendidikan, ahli
kurikulum, ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi, dan guru-guru senior, yang
bertugas menyusun kurikulum yang sesungguhnya yang lebih operasional dengan menjabarkan
konsep-konsep dan kebijakan dasar yang telah digariskan oleh Tim pengarah. Seperti
merumuskan tujuan-tujuan yang lebih
operasional, memilih sekuens materi, memilih strategi pembelajaran dan
evaluasi, serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum bagi guru-guru.
Setelah Tim Kerja selesai melaksanakan tugasnya, hasilnya dikaji ulang oleh Tim
Pengarah serta para ahli lain yang berwenang atau pejabat yang kompeten.
Setelah
mendapatkan beberapa penyempurnaan dan dinilai telah cukup baik, administrator
pemberi tugas menetapkan berlakunya kurikulum tersebut. Karena datangnya dari
atas, maka model ini disebut juga model Top – Down. Dalam pelaksanaannya,
diperlukan monitoring, pengawasan dan bimbingan. Setelah berjalan beberapa saat
perlu dilakukan evaluasi. Model pengembangan kurikulum ini digunakan dalam sistem
pengelolaan pendidikan/kurikulum yang bersifat sentralisasi.
2. The grass root model
Model
pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan upaya
pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu
guru-guru atau sekolah. model grass roots akan berkembang dalam sistem
pendidikan yang bersifat desentralisasi. Dalam model pengembangan yang bersifat
grass roots seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu
sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum. Pengembangan atau
penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu atau
beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh komponen
kurikulum. Apabila kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan
guru-guru, fasilitas biaya maupun bahan-bahan kepustakaan, pengembangan
kurikulum model grass root tampaknya akan lebih baik.
Hal itu
didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga
penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kebutuhan
kelasnya, oleh karena itu dialah yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi
kelasnya.
Pengembangan
kurikulum yang bersifat grass roots, mungkin hanya berlaku untuk
bidang studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi mungkin pula dapat
digunakan untuk seluruh bidang studi pada sekolah atau daerah lain.
Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralistik dengan model grass
rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi dalam meningkatkan mutu dan sistem
pendidikan, yang pada gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih
mandiri dan kreatif. [8]
Berkaitan dengan
tugas supervisi dalam pengembangan kurikulum perlu diimbangi dengan kompetensi
dan profesionalisme guru. Karena guru adalah pelaku terdepan dalam
menerjemahkan kurikulum dalam bahasa pembelajaran. Sehingga sumberdaya dan
kompetensi guru sangat berpengaruh dan berperanan penting untuk melaksanakan
pengembangan kurikulum. Sebaik apapun kurikulum direncanakan dan disusun jika
gurunya tidak mampu melaksanakan, maka kurikulum tersebut tetap tidak
berkembang. Menurut Hendiyat Soetopo hal-hal yang perlu dilakukan supervisor
berkaitan dengan tugas supervisi sebagai pengembangan kurikulum adalah:
- membantu guru dalam memilih dan mengorganisir bahan-bahan pengajaran
- membantu gruru menggali dan mengembangkan bahan pengajaran [9]
- membantu menentukan alternatif sumber-sumber belajar yang bisa dimanfaatkan oleh guru dan juga siswa.
- menyarankan para guru untuk memberikan kegiatan yang bervariasi kepada siswa agar kemampuan siswa berkembang baik kegiatan yang sifatnya kurikuler, kokurikuler, maupun ekstra kurikuler.
- Penelitian Tindakan Kelas
Sebagaimana namanya, penelitian tindakan atau action
research, merupakan paduan antara aksi (tindakan, action) dan penelitian
(research). Aksi yang sekaligus penelitian yang mengandung aksi. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah suatu pendekatan untuk
memperbaiki pendidikan melalui perubahan, dengan mendorong para guru untuk
memikirkan praktik mengajarnya sendiri, agar kritis terhadap praktik tersebut
dan agar mau utuk mengubahnya. PTK bukan sekedar mengajar, PTK mempunyai makna
sadar dan kritis terhadap mengajar, dan menggunakan kesadaran kritis terhadap
dirinya sendiri untuk bersiap terhadap proses perubahan dan perbaikan proses
pembelajaran. PTK mendorong guru untuk berani bertindak dan berpikir kritis
dalam mengembangkan teori dan rasional bagi mereka sendiri, dan bertanggung
jawab mengenai pelaksanaan tugasnya secara profesional.
Jelaslah
bahwa dilakukannya PTK adalah dalam rangka guru bersedia untuk mengintropeksi,
bercermin, merefleksi atau mengevalusi dirinya sendiri sehingga kemampuannya
sebagai seorang guru/pengajar diharapkan cukup professional untuk selanjutnya,
diharapkan dari peningkatan kemampuan diri tersebut dapat berpengaruh terhadap
peningkatan kualitas anak didiknya, baik dalam aspek penalaran, keterampilan,
pengetahuan hubungan sosial maupun aspek-aspek lain yang bermanfaat bagi anak
didik untuk menjadi dewasa.
Dalam
bidang pendidikan, khususnya kegiatan pembelajaran, PTK berkembang sebagai suatu
penelitian terapan. PTK sangat bermanfaat bagi guru untuk meningkatkan mutu
proses dan hasil pembelajaran di kelas. Dengan melaksanakan tahap-tahap PTK,
guru dapat menemukan solusi dari masalah yang timbul di kelasnya sendiri, bukan
kelas orang lain, dengan menerapkan berbagai ragam teori dan teknik
pembelajaran yang relevan secara kreatif. Selain itu sebagai penelitian
terapan, disamping guru melaksanakan tugas utamanya mengajar di kelas, guru
juga tidak perlu harus meninggalkan siswanya. Jadi PTK merupakan suatu
penelitian yang mengangkat masalah-masalah aktual yang dihadapi oleh guru di
lapangan. Dengan melaksanakan PTK, guru mempunyai peran ganda : praktisi dan
peneliti. [10]
Ada
beberapa alasan mengapa PTK merupakan suatu kebutuhan bagi guru untuk meningkatkan
profesional seorang guru :
- PTK sangat kondusif untuk membuat guru menjadi peka dan tanggap terhadap dinamika pembelajaran di kelasnya. Dia menjadi reflektif dan kritis terhadap apa yang dia lakukan dan muridnya
- PTK dapat meningkatkan kinerja guru sehingga menjadi profesional. Guru tidak lagi sebagai seorang praktis, yang sudah merasa puas terhadap apa yang dikerjakan selama bertahun-tahun tanpa ada upaya perbaikan dan inovasi, namun juga sebagai peneniliti di bidangnya.
- Dengan melaksanakan tahapan-tahapan dalam PTK, guru mampu memperbaiki proses pembelajaran melalui suatu kajian yang mendalam terhadap apa yang terjadi di kelasnya. Tindakan yang dilakukan guru semata-mata didasarkan pada masalah aktual dan faktual yang berkembang di kelasnya.
- Pelaksanaan PTK tidak menggangu tugas pokok seorang guru karena dia tidak perlu meninggalkan kelasnya. PTK merupakan suatu kegiatan penelitian yang terintegrasi dengan pelaksanaan proses pembelajaran.
- Dengan melaksanakan PTK guru menjadi kreatif karena selalu dituntut untuk melakukan upaya-upaya inovasi sebagai implementasi dan adaptasi berbagai teori dan teknik pembelajaran serta bahan ajar yang dipakainya.[11]
Penerapan
PTK dalam pendidikan dan pembelajaran memiliki tujuan untuk memperbaiki dan
atau meningkatkan kualitas praktek pembelajaran secara berkesinambungan
sehingga meningkatan mutu hasil instruksional; mengembangkan keterampilan guru;
meningkatkan relevansi; meningkatkan efisiensi pengelolaan instruksional serta
menumbuhkan budaya meneliti pada komunitas guru.
Menurut Sungkowo, penelitian tindakan (action research)
dapat digunakan untuk guru-guru dalam membantu pembelajaran dan menolong
membantu dalam penulisan karya ilmiah. Pada umumnya pelaksanaan penelitian
tindakan ditujukan untuk :
- Meningkatkan kualitas, seperti kualitas pembelajaran, kualitas siswa, kualitas kerjasama, kualitas bertanya.
- Meningkatkan efektivitas, seperti siswa memahami apa yang diterangkan guru, siswa malaksanakan tugas-tugas yang telah ditetapkan.
- Meningkatkan efisiensi guru, seperti dapat memanfaatkan metode, stategi dan penilaian pembelajaran.[12]
Menurut Kemmi penelitian tindakan dirumuskan dalam empat
tahap yaitu: tahap perencanaan, tahap aksi atau pelaksanaan tindakan, tahap
pengamatan, tahap evaluasi dan refleksi/umpan balik.[13]
a.
Tahap Perencanaan:
Yang dimaksud tahap perencanaan adalah penelitian rencana
kegiatan yang akan dilakukan. Untuk dapat menyusun rencana tersebut, ada
beberapa kegiatan yang harus dilalui:
1). Menemukan problem.
2). Rencana pertemuan selama satu semester (32 pertemuan).
3). Kegiatan yang belum dilaksanakan sebelumnya.
4). Mengembangkan hipotesis.
1). Menemukan problem.
2). Rencana pertemuan selama satu semester (32 pertemuan).
3). Kegiatan yang belum dilaksanakan sebelumnya.
4). Mengembangkan hipotesis.
Untuk menemukan dan merumuskan problem kegiatan yang
perlu dilaksanakan, antara lain :
1). Meningkatkan kemampuan siswa bertanya.
2). Meningkatkan gemar membaca.
3). Meningkatkan nilai rapor dalam pembelajaran tertentu.
4). Memanfaatkan buku-buku perpustakaan.
1). Meningkatkan kemampuan siswa bertanya.
2). Meningkatkan gemar membaca.
3). Meningkatkan nilai rapor dalam pembelajaran tertentu.
4). Memanfaatkan buku-buku perpustakaan.
Kegiatan hipotesis dirumuskan antara lain :
1). Pokok bahasan yang akan dilakukan.
2). Rencana bagaimana aksi akan dilakukan ( urutan kegiatan, waktu pelaksanaan, bahan yang diperlukan).
1). Pokok bahasan yang akan dilakukan.
2). Rencana bagaimana aksi akan dilakukan ( urutan kegiatan, waktu pelaksanaan, bahan yang diperlukan).
Syarat Kolaborator dirumuskan antara lain :
1). Teman guru-guru (kalau bisa sejenis).
2). Yang sudah memiliki pengalaman mengajar.
1). Teman guru-guru (kalau bisa sejenis).
2). Yang sudah memiliki pengalaman mengajar.
b. Tahap Pelaksanaan
Peneliti memulai melaksanakan apa
yang direncanakan sebelumnya dan kolabulator yang duduk di bangku belakang
mengamati dan mencatat dengan sikap netral. Hasil catatan tersebut berupa
catatan lapangan dan sebaiknya dengan dokumen tape recorder atau yang lainnya.
c.
Tahap Refleksi
Hasil dari diskusi bersama
kolabulator untuk mengadakan refleksi tindakan-tindakan yang telah dilakukan
guru tentang upaya kesungguhan guru atau kelemahan-kelemahan selama pelaksanaan
tindakan akan dijadikan dasar dalam membuat perbaikan perencanaan siklus kedua.
Kemungkinan siklus kedua muncul permasalahan yang harus dipecahkan.
Permasalahan pertama diperbaiki bersama sehingga fokus penelitian akan
bertambah
d.
Laporan Penelitian
Agar hasil penelitian dapat
dimanfaatkan oleh pihak lain baik guru, pejabat pendidikan dan yang lain, maka
hasil penelitian harus dikomunikasikan lewat pelaporan. Laporan hasil
penelitian tindakan kelas terdiri dari:
1).
Gagasan umum.
2). Perumusan masalah.
3). Perencanaan penelitian kaji tindak
4). Pelaksanaan penelitian kaji tindak.
5). Monitoring.
6). Evaluasi dan refleksi.
7). Saran dan rekomendasi.
2). Perumusan masalah.
3). Perencanaan penelitian kaji tindak
4). Pelaksanaan penelitian kaji tindak.
5). Monitoring.
6). Evaluasi dan refleksi.
7). Saran dan rekomendasi.
Berkaitan
dengan tugas supervisi dalam aspek penelitian tindakan kelas maka supervisor
perlu melakukan beberapa hal sebagai berikut:
- Melakukan sosialisasi kepada para guru tentang pengertian Action research (penelitian tindakan kelas) beserta tujuan dan manfaat penelitian tindakan kelas bagi perbaikan dan peningkatan proses pembelajaan yang dilakukan oleh guru.
- Melatih dan membina para guru tentang pelaksanaan penelitian tindakan kelas mulai dari proses penyusunan perencanaan, pelaksanaan, sampai pada evaluasi hasil penelitian tindakan kelas.
- membantu dan membina para guru dalam menerapkan solusi atau tindak lanjut yang disepakati dari hasil penelitian tindakan kelas dalam rangka peningkatan proses pembelajaran.
- mendampingi dan memotivasi guru untuk terus melaksanakan penelitian tindakan kelas serta menemukan dan menerapkan solusi dan tindak lanjut yang ditetapkan secara terus menerus agar terus terjadi peningkatan dan pebaikan.
BAB III
ANALISA PELAKSANAAN TUGAS SUPERVISI
- Kekuatan
1.
sebagian
supervisor sudah banyak yang profesional yang bisa mempengaruhi atau memotivasi
supevisor lain untuk melaksanakan tugas supervisi secara maksimal.
2.
bekal kahlian
dan ketrampilan yang diperoleh supervisor dalam pendidikan pelatihan atau workshop-workshop
sudah cukup memadai, sehingga tinggal merealisasikan saja.
- Kelemahan
1.
Para supervisor belum menyadari sepenuhnya terhadap fungsi mereka bagi
pengembangan profesionalisme guru dan bagi peningkatan kualitas proses belajar
mengajar
2. Jumlah supervisor yang
masih terbatas belum seimbang dengan jumlah sekolah dan jumlah guru,
3. Banyak para supervisor
juga belum memahami bagaimana proses pembelajaran yang berkualitas, kurikulum, dan juga penelitian tindakan kelas sehingga
para supervisor belum bisa memberikan pembinaan yang baik dan sesuai dengan
standart yang ada..
4. Latar belakang akademik
dan program studi yang dimiliki supervisor tidak semuanya sesuai dengan yang disupervisi.
5. tidak diterapkannya system
control dan pertanggungjawaban supervisor serta tidak adanya indicator yang
jelas terhadap keberhasilan dan ketidakberhasilan seorang supervisor, ditambah
tiak adanya sanksi jika supervisor tidak melaksanakan tugasnya dengan baik.
- Dukungan
1. tuntutan dan harapan
masyarakat terhadap pendidikan yang berkualitas
selalu meningkat.
2. aspirasi, dukungan,
harapan, dan juga pengakuan masyarakat terhadap peningkatan peran supervisor
selalu meningkat.
3. Kebijakan dan peraturan
perundang-undangan yang akhir-akhir ini banyak mengatur dan mendukung
mengoptimalkan perana supervise.
- Hambatan
1. fasilitas fisik dan dana
yang belum memadai
2. Guru tidak memahami peran
dan manfaat supervisi bagi pengembangan kompetensi dan profesionalismenya dalam
proses pembelajaran
3. kesadaran terhadap
kebutuhan supervisi belum tumbuh dalam diri para guru.
4. system rekrutmen dan juga
penempatan supervisor yang tidak didasarkan pada kebutuhan dan relevansi serta
latar belakang guru yang disupervisi
BAB IV
SOLUSI DAN SARAN
Dengan
melihat hasil analisa terhadap kekuatan, kelemahan, dukungan, dan hambatan
pelaksanaan tugas supervisi, agar pelaksanaan tugas supervisi berhasil dan
mampu meningkatkan proses pembelajaran sehingga tujuan pendidikan tercapai,
maka beberapa saran solusi berikut bisa digunakan sebagai alternatif strategis
untuk menyelesaikan masalah tersebut, antara lain:
- Tujuan supervisi harus dikomunikasikan dan dipahami oleh semua pihak.
- Supervisi harus terencana dengan baik, bersifat membangun, dan dilaksanakan secara demokratis.
- Guru perlu dilibatkan dalam proses perencanaan pelaksanaan supervisi agar mereka memahami tentang prosedur, cara, dan juga manfaat suprvisi bagi pengembangan profesionalisme mereka.
- Program-program supervisi hendaknya merangsang terjadinya perubahan dalam kegiatan pengajaran.
- budaya kritis dan inovatif melalui penelitian tindakan kelas perlu disosialiasasikan dan dimaksimalkan dengan pemberian kesempatan dan juga reward yang seimbang.
- Untuk menjamin bahwa kegiatan kelompok bisa berlangsung dengan baik, sehingga dapat diujudkan hubungan timbal balik kesejawatan yang obyektif bebas dari rasa rikuh, pekewuh dan sentimen perlu dikembangkan suatu norma kriteria yang obyektif sebagai dasar untuk saling memberikan penilaian terhadap karya dan penampilan sejawat.
- perlu memisahkan jabatan supervisor dengan jabatan pengawas dalam struktur birokrasi pendidikan di Indonesia. Dalam hal ini, terdapat dua pilihan, yaitu mengarahkan jabatan pengawas agar terartikulasi pada peran dan tugas sebagai supervisor, atau mengangkat supervisor secara khusus dan tetap membiarkan jabatan pengawas melaksanakan fungsi pengawasan.
- memperbaiki pola pendidikan prajabatan maupun inservice rekrutmen, seleksi, penugasan, serta penilaian dan promosi jabatan supervisor/pengawas.
- dalam konteks otonomi daerah, jabatan supervisor dapat diangkat sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah.
- membangun kesadaran budaya mutu dalam pendidikan bagi pengelola-pengelola pendidikan pada semua tingkatan.
- mengikis pola hubungan yang paternalistik antara pengawas/kepala sekolah dengan guru dan mengembangkan hubungan profesional yang akrab dan terbuka untuk meningkatkan pembelajaran
- dukungan fasilitas dan anggaran perlu diperhatikan, termasuk penghargaan terhadap profesionalisme guru maupun profesionalisme supervisor
REFERENSI
Akhmad Sudrajat.http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/21/penelitian-tindakan-kelas-part-ii. diakses pada tanggal 10 Juni 2009
Akhmad Sudrajat. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/24/model-pengembangan-kurikulum/diakses
tanggal 12 Juni 2009
Burhanuddin dkk, Supervisi
Pendidikan dan Pengajaran, FIP Uniiversitas Negeri Malang. Malang:2007
Hendiyat Soetopo dan Wasty
Soemanto. Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan. Bina Aksara :1994.
http://pakguruonline.pendidikan.net/problematika_sptr_guru_22.html.
diakses tanggal 10 Juni 2009
http://ucokhsb.blogspot.com/2008/04/pengertian-dan-sejarah-berdirinya-kkg.html
diakses tanggal 10 Juni 2009
Supriadi, Dedi. Mengangkat Citra dan Martabat Guru.
Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. 98
1999
Suryasubrata. Proses Belajar Mengajar di Sekolah.
Jakarta: Rineka Cipta 4-5 1997
Nana
Syaodih Sukmadinata. 1997. Pengembangan Kurikum; Teori dan Praktek. Bandung:
P.T. Remaja Rosdakarya.
Glickman Carl D, Stephen p.
Gordon, Jovita M. Ross-Gordon , supervision and Instructional Leadership a
Developmental approach. USA:1981
Sungkowo. http://banjarbaruedu.multiply.com/journal/item/15.
diakses tanggal 8 Juni 2009
Mantja, Willem. Model Pembinaan dan Supervisi Pendidikan.
Hasil loakarya Applied Aproach (AA) Angkatan XII Institut Keguruan dan Ilmu
Pendidikan 1998.
[2] Glickman Carl D, Stephen
p. Gordon, Jovita M. Ross-Gordon , supervision and Instructional Leadership a
Developmental approach. USA:1981
[5] http://ucokhsb.blogspot.com/2008/04/pengertian-dan-sejarah-berdirinya-kkg.html
diakses tanggal 10 Juni 2009
[6] http://pakguruonline.pendidikan.net/problematika_sptr_guru_22.html.
diakses tanggal 10 Juni 2009
[7]Mantja, Willem. Model Pembinaan dan Supervisi Pendidikan. Hasil loakarya Applied
Aproach (AA) Angkatan XII Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan 1998 hal. 15
[8] Akhmad Sudrajat. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/24/model-pengembangan-kurikulum/diakses
tanggal 12 Juni 2009
[9] Hendiyat Soetopo dan
Wasty Soemanto. Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan. Bina Aksara :1994. hal.
111
0 komentar:
Posting Komentar