Sejarah
Didirikannya perguruan tinggi agama Islam di Kediri dimulai dengan berkumpulnya para ulama yang didukung oleh oleh Bupati Kediri,
Imam Koesoebagyo, pada tahun 1960. Di antara para ulama tersebut adalah
Kyai Mahfudh, K.H. Syafi’I Marzuki, K.H. Mahrus Ali, H. Ali Mashar, dan
Anwar Zen. Bupati Kediri,
Imam Kusubagyo, adalah termasuk tokoh (birokrat/pejabat) yang cukup pro
aktif dalam hal rencana pendirian perguruan tinggi Islam. Imam
Kusubagyo merupakan sosok dari anggota Partai Nasionalis Indonesia
(PNI), tetapi memiliki kultur keislaman (NU) yang cukup kuat. Oleh
karenanya, pada saat pencalonan Bupati Kediri, ia mendapat dukungan kuat
dari umat Islam, khususnya dari kaum nahdliyin.
Di samping itu, tak mengherankan jika ia memiliki semangat tinggi
untuk mendirikan perguruan tinggi Islam. Dari hasil pertemuan tersebut
diperoleh keputusan akan mendirikan lembaga pendidikan tinggi Islam.
Setelah melakukan berbagai upaya untuk mendirikan lembaga pendidikan
tinggi, barulah pada tahun 1962 Panitia Persiapan Pendirian Lembaga
Pendidikan Tinggi di Kediri berhasil mendirikan Sekolah Persiapan (SP)
IAIN. Sekolah ini diresmikan oleh Menteri Agama RI, Sjaifudin Zuhri, pada tahun 1962.
Pada tahun 1964 berbekal SP IAIN yang menginduk ke IAIN Sunan Kalijaga didirikanlah dan diresmikanlah Fakultas Ushuluddin. Pendirian Fakultas Ushuluddin di Kediri didasarkan pada Keputusan Menteri Agama RI No. 33 tahun 1964 tertanggal 16 Juli 1964.
Setelah Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Ampel Cabang Kediri
berumur lebih kurang 32 tahun, pada tahun 1997 pemerintah menetapkan
peraturan baru bahwa perguruan tinggi cabang harus berdiri sendiri.
Fakultas Ushuluddin Sunan Ampel
Cabang Kediri berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11 tahun
1997 secara resmi berdiri sendiri dan ditetapkan sebagai Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri (STAIN) Kediri. Setelah menjadi STAIN perguruan
tinggi ini tidak memiliki hubungan struktural lagi dengan Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Surabaya.
Secara struktural STAIN Kediri berada di bawah Dirjen Perguruan Tinggi
Islam Departemen Agama. Secara manajerial juga telah mandiri.
Pengangkatan pegawai, penentuan pemimpin, dan anggaran telah memiliki
kewenangan sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar