1.
Pengertian
Learning Disability (LD)
Secara harfiah kesulitan
belajar merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris “Learning Disability” yang
berarti ketidakmampuan belajar, kata disability
diterjemahkan “kesulitan”
untuk memberikan kesan optimis bahwa anak sebenarnya masih mampu untuk belajar.[1] Disini pengertian secara istilah juga terdapat banyak perbedaan dalam
mendefinisikannya, yaitu: 1). Menurut Sunarta (1985:7) menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan kesulitan belajar adalah “kesulitan yang dialami oleh siswa-siswi dalam
kegiatan belajarnya, sehingga berakibat prestasi belajarnya rendah dan
perubahan tingkahlaku yang terjadi tidak sesuai dengan partisipasi yang
diperoleh sebagaimana teman-teman kelasnya.[2] 2). Kesulitan
belajar lebih didefinisikan sebagai gangguan perseptual, konseptual, memori
maupun ekspresif di dalam proses belajar. Kendatipun gangguan ini bisa terjadi
di dalam berbagai tingkat kecerdasan, namun ‘kesulitan belajar’ lebih terkait
dengan tingkat kecerdasan normal atau bahkan diatas normal. Anak-anak yang
berkesulitan belajar memiliki ketidakteraturan dalam proses fungsi mental dan
fisik yang bisa menghambat alur belajar yang normal, menyebabkan keterlambatan
dalam kemampuan berbahasa. Umumnya masalah ini nampak ketika anak mulai
mempelajari mata pelajaran dasar seperti menulis, membaca, berhitung, dan
mengeja.[3]
Dengan demikian dari kedua pandapat diatas, kita dapat
menarik kesimpulan pengertian mengenai kesulitan belajar adalah kesulitan yang
dialami oleh siswa-siswi dalam proses kegiatan belajar karena ketidakterturan
dalam proses fungsi mentalndan fisik yang menyebabkan keterlambatan dalam
kemampuan bahasa, sehingga berakibat prestasi belajarnya rendah dan perubahan
tingkahlaku yang terjadi tidak sesuai dengan partisipasi yang diperoleh oleh siswa.
Meskipun demikian, individu
yang mengalami kesulitan
dalam belajarnya juga bisa sukses di sekolah,
di dunia kerja, dalam hubungan antar-individu, dan di dalam masyarakat bila
disertai dengan dukungan dan perhatian yang tepat.
Anak yang mengalami kesulitan belajar
adalah anak yang memiliki ganguan satu atau lebih dari proses dasar yang
mencakup pemahaman penggunaan bahasa lisan atau tulisan, gangguan tersebut
mungkin menampakkan diri dalam bentuk kemampuan yang tidak sempurna dalam
mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja atau menghitung. Disini kita akan mencoba
mengidentifikasi individu yang kemungkinan individu tersebut mengalami
kesulitan dalam belajarnyadi sekolah.
2. a). Identifikasi Siswa Kesulitan Belajar
Dalam
kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah
karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh
kegiatan belajarnya dengan lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun
di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami
berbagai kesulitan. Kesulitan
belajar siswa ditunjukkan oleh hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil
belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga
pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di
bawah semestinya.
Kepekaan orangtua, guru di sekolah serta orang-orang di sekitarnya
sangat membantu dalam mendeteksinya, sehingga anak dapat memperoleh penanganan
dari tenaga profesional sedini dan seoptimal mungkin, sebelum menjadi
terlambat. Kesulitan Belajar kadang-kadang tidak terdeteksi dan tidak dapat
terlihat secara langsung. Setiap individu yang memiliki kesulitan belajar
sangatlah unik. Pada umumnya, individu dengan kesulitan belajar memiliki
intelegensi rata-rata bahkan diatas rata-rata. Seseorang terlihat “normal” dan tampak sangat cerdas
tetapi sebaliknya ia mengalami hambatan dan menunjukkan tingkat kemampuan yang
tidak semestinya dicapai dibandingkan dengan yg seusia dengannya.
Identitas
Siswa
Nama lengkap :
M.Rizal Fahlevi
Nama Panggilan :
Rizal
Tempat / Tanggal lahir : Kediri,
17 september 2002
Jenis Kelamin :
Laki-laki
Anak ke- : 2 dari 3
bersaudara
Alamat : Jalan SMA 6
Rejo
Mulyo Kota Kediri
Asal Sekolah : MI. Mambaul Ulum Kelas 5
Nama Orang Tua
Ayah : Bpk. M. Salim
Ibu :
Ibu Khoiriyah
Pekerjaan : Wiraswasta
b). Observasi dan Test
Observasi dan tes ini
dilaksanakan pada :
Hari : Sabtu
Tanggal : 25 Nopember 2011
Pukul : 09.00 WIB sampai dengan selesai.
Tempat : MI Mamba'ul Ulum Rejomulyo Kec.Kota Kediri
3. Hasil
Observasi
a.
Gangguan
Menulis (Disgrafia)
1)
Pengertian
Disgrafia
Disgrafia adalah sebuah kekurangan dalam kemampuan untuk menulis, terlepas dari kemampuan untuk membaca, bukan karena kerusakan intelektual dan
mungkin karena kelainan neurologis yang menghambat kemampuan menulis yang
meliputi hambatan secara fisik, seperti tidak dapat memegang pensil dengan
mantap ataupun tulisan tangannya buruk. Anak dengan gangguan disgrafia
sebetulnya mengalami kesulitan dalam mengharmonisasikan ingatan dengan
penguasaan gerak ototnya secara otomatis saat menulis huruf dan angka.
Kesulitan dalam menulis biasanya menjadi problem utama dalam rangkaian gangguan
belajar, terutama pada anak yang berada di tingkat SD. Kesulitan dalam menulis
seringkali juga disalahpersepsikan sebagai kebodohan oleh orang tua dan guru.
Akibatnya, anak yang bersangkutan frustrasi karena pada dasarnya ia ingin
sekali mengekspresikan dan mentransfer pikiran dan pengetahuan yang sudah
didapat ke dalam bentuk tulisan. Hanya saja ia memiliki hambatan.
2)
Ciri-Ciri
Disgrafia
Ada beberapa ciri khusus anak dengan gangguan
ini. Di antaranya adalah:
a)
Terdapat
ketidak konsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.
b)
Saat
menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.
c)
Ukuran dan
bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.
d)
Anak tampak
harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu ide, pengetahuan, atau
pemahamannya lewat tulisan.
e)
Sulit
memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap. Caranya memegang alat tulis
seringkali terlalu dekat bahkan hampir menempel dengan kertas.
f)
Berbicara
pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan
tangan yang dipakai untuk menulis.
g)
Cara
menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan
proporsional.
h)
Tetap
mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah
ada.
3)
Metode
Observasi yang Digunakan
Metode yang digunakan dalam melakukan observasi yaitu dengan menyuruh
anaknya tersebut untuk menyalin tulisan dengan melihat.
Ø Teks
menyalin dengan melihat:
1.
Saya pergi mencari
cangkul.
2.
Petani pergi mencabut
wortel.
3.
Saya mencari rumput.
4.
Ifan pergi ke sawah.
5.
Saya mandi dengan air.
Hasil tulisan tangan Rizal adalah dibawah ini:
Teks
menulis dikte
Teks:
1.
Saya pergi ke sawah
melihat padi.
2.
Saya sedang mengupas
jagung.
3.
Saya sedang mengupas
tebu.
4.
Saya sedang mencabut
wortel.
5.
Ibu saya sedang memotong kacang panjang.
4)
Analisa
Kesalahan
yang ditemukn pada menulis:
1.
Penempatan huruf
besar tidak pada tempatnya.
2.
Tidak bisa
memenggal kata satu dengan yang lainya (dengan spasi).
3.
Mengganti huruf
"F" dengan huruf "P" pada kata Ifan.
4. Menulis huruf "Y" menyerupai huruf
"S", menulis huruf ”G” menyerupai huruf ”Y”.
Setelah memberikan
test dikte dan menulis pada object, penulis hanya menemukan penulisan yang kurang
memperhatikan penggalan diantara kata satu dengan kata yang lainnya, dan
dalam penulisan kata, pembalikan huruf, mengurangi/ menambah huruf atau
penggantian huruf penulis tidak menemukan kesalahan.
Kesimpulan:
Dari
hasil analisa pada test menulis dengan melihat dan menulis dengan dikte
menunjukkan bahwa object mengalami disgraphia pada point:
·
Tidak bisa
memenggal kata satu dengan yang lainya (spasi).
·
Penempatan huruf
besar tidak pada tempatnya.
·
Mengganti
huruf "F" dengan huruf "P" pada kata Ifan.
·
Menulis
huruf "Y" menyerupai huruf "S", menulis huruf ”G”
menyerupai huruf ”Y”.
b.
Gangguan
Membaca (Disleksia)
1)
Pengertian Disleksia
Disleksia atau kesulitan membaca adalah kesulitan untuk memaknai simbol,
huruf, dan angka melalui persepsi visual dan auditoris. Hal ini akan berdampak
pada kemampuan membaca pemahaman. Penyandang disleksia tidak hanya mengalami kesulitan dalam membaca, tapi
juga dalam hal mengeja, menulis, dan beberapa aspek bahasa yang lain.
Disleksia dibedakan menjadi dua, yaitu developmental
dan acquired. Pada disleksia developmental, 70 persennya disebabkan oleh
keturunan. "Juga disebabkan oleh kondisi saraf (neurologis) dan
disandang seumur hidup. Penyandang disleksia umumnya mengalami masalah dalam
membaca, mengeja, dan menulis.Itu tak hanya berhenti pada tiga hal di atas.
Masalah lain yang menguntit pengidap disleksia adalah susah konsentrasi, daya
ingat yang pendek, kesulitan mengurutkan huruf A-Z dan mengorganisasi, serta
cenderung tak teratur.
Tanda-tanda disleksia bisa dideteksi sejak
dini. Pada usia prasekolah, pengidap disleksia biasanya kidal atau tak mahir
jika cuma memakai satu tangan, bingung atau sering tertukar kanan dan kiri.
Selain itu, mereka suka tergesa-gesa, miskin kosakata, atau kesulitan memilih
terminologi atau nama yang tepat. Misalnya, "Saya tak mau berenang karena
kolamnya tebal," (baca: dalam) atau "Kemarin saya diberi kue sama si
itu."
2)
Ciri-Ciri Disleksia
Adapun
ciri-ciri kesulitan membaca di antaranya berupa:
1. Penambahan (Addition)
Menambahkan huruf pada suku
kata
Contoh : suruh è
disuruh; gula è gulka; buku è
bukuku
2. Penghilangan (Omission)
Menghilangkan huruf pada suku
kata
Contoh :
kelapa è lapa;
kompor è kopor;
kelas è kela
3. Pembalikan kiri-kanan (Inversion)
Membalikkan
bentuk huruf, kata, ataupun angka dengan arah terbalik kiri-kanan.
Contoh : buku
è duku; palu è lupa
4. Pembalikan
atas-bawah (ReversalI)
Membalikkan bentuk huruf,
kata, ataupun angka dengan arah terbalik atas-bawah.
Contoh : m è
w; uè
n; nana è uaua; mama è
wawa; 2 è 5; 6 è
9
5.
Penggantian (Substitusi)
Mengganti
huruf atau angka.
Contoh
: mega è meja; nanas è mamas
3)
Metode
Observasi yang Digunakan
Test membaca teks :
Kedermawanan Itu Adalah Jernih
Seorang pria
dari kaum Quraisy bercerita:
"Suatu saat, Muhammad bin Al-Munkadir dari Bani Taim bin Murrah pergi
untuk berhaji. Dia seorang yang sangat dermawan. Sebelum berangkat dia
memberikan sedekah kepada orang-orang. Semua barang miliknya sudah habis, yang
tersisa hanyalah sebuah baju yang dia pakai, dia berangkat haji bersama
kawan-kawannya.
Dalam perjalanan, dia singgah di telaga air. Saat itu datanglah wakilnya
dalam rombongan itu dan berkata, 'Kita tidak punya apa-apa, bahkan meski sisa
uang satu dirham saja,' Mengetahui hal itu, Muhammad meneriakan bacaan
talbiyyah dan diikuti oleh semua kawan-kawannya, bahkan juga orang-orang yang
sama-sama singgah di telaga itu. Di antara orang-orang itu ada Muhammad bin
Hisyam. Setelah mendengar suara talbiyah menggema, Muhammad bin Hisyam berkata,
'Demi Allah, aku yakin di sekitar telaga ini ada Muhammad bin Al-Munkadir,
cobalah kalian lihat.' Ternyata
memang benar Muhammad bin Al-Munkadir ada di situ. Kemudian Muhammad bin Hisyam
berkata, 'Aku kira dia tidak mempunyai uang. Bawalah uang sebanyak 4.000 dirham
ini kepadanya'.
4)
Analisa
Dalam
pengamatannya, Penulis menemukan kesalahan-kesalahannya yang muncul dalam
praktek membaca, yaitu:
1. Kurang memperhatikan tanda baca, khususnya pada tanda
titik ( . ) dan koma ( , ).
2. Penghilangan huruf pada kata"menggema" di baca
"mengema".
3. Tersendat-sendat.
4. Memenggal
suku kata "Hisyam" di baca "His yam".
Kesimpulan:
Setelah melakukan test
membaca, penulis menemukan beberapa ciri dari disleksia yang telah di paparkan pada
point analisa diatas.
c.
Gangguan
Matematik (Diskalkulia)
1)
Pengertian Diskalkulia
Diskalkulia adalah kesulitan dalam menggunakan bahasa
simbol untuk berpikir, mencatat, dan mengkomunikasikan ide-ide yang berkaitan
dengan kuantitas atau jumlah. Kemampuan berhitung sendiri terdiri dari
kemampuan yang bertingkat dari kemampuan dasar sampai kemampuan lanjut. Oleh
karena itu, kesulitan berhitung dapat dikelompokkan menurut tingkatan, yaitu
kemampuan dasar berhitung, kemampuan dalam menentukan nilai tempat, kemampuan
melakukan operasi penjumlahan dengan atau tanpa teknik menyimpan dan
pengurangan dengan atau tanpa teknik meminjam, kemampuan memahami konsep
perkalian dan pembagian.
2)
Ciri-Ciri Diskalkulia
Disini
lebih dijabarkan ukuran-ukuran kemampuan dasar dalam berhitung, yaitu sebagai
berikut:
a)
Mengelompokkan (classification), yaitu kemampuan
mengelompokkan objek sesuai warna, bentuk, maupun ukurannya. Objek yang sejenis
dikelompokkan dalam suatu himpunan, misalnya himpunan kursi, himpunan kelereng
merah, himpunan bola besar, dan lain-lain.
Pada anak yang kesulitan mengklasifikasi, anak tersebut kesulitan
menentukan bilangan ganjil dan genap, bilangan cacah, bilangan asli, bilangan
pecahan, dan seterusnya.
b)
Membandingkan
(comparation), yaitu kemampuan membandingkan ukuran atau kuantitas dari dua
buah objek. Misalnya:
·
Penggaris A
lebih panjang dari penggaris B
·
Bola X lebih
kecil dari Bola Y
·
Bangku Merah
lebih banyak dari Bangku Biru, dan seterusnya.
c)
Mengurutkan
(seriation), yaitu kemampuan membandingkan ukuran atau kuantitas lebih dari dua
buah objek. Pola pengurutannya sendiri bisa dimulai dari yang paling minimal ke
yang paling maksimal atau sebaliknya.
Contohnya:
·
Penggaris A
paling pendek, Penggaris B agak panjang, dan Penggaris C
paling panjang;
·
Bola X paling
besar, Bola Y lebih kecil, dan Bola Z paling kecil;
·
Bangku Merah
paling banyak, Bangku Biru lebih sedikit, dan Bangku Hijau paling sedikit;
·
5 – 4 – 3 atau 20 – 40 – 70 – 80 – 100; dan seterusnya.
d)
Menyimbolkan (simbolization), yaitu kemampuan membuat
simbol atas kuantitas yang berupa angka/bilangan (0-1-2-3-4-5-6-7-8-9) atau
simbol tanda operasi dari sebuah proses berhitung seperti tanda +
(penjumlahan), - (pengurangan), x (perkalian), atau ÷ (pembagian), < (kurang dari), >
(lebih dari), dan = (sama dengan) dan lain-lain. Penguasaan simbol-simbol tanda
ini akan berguna saat anak melakukan operasi hitung.
e)
Konservasi, yaitu
kemampuan memahami, mengingat, dan menggunakan suatu kaidah yang sama dalam
proses/operasi hitung yang memiliki kesamaan. Bentuk konkret dari konservasi
adalah penggunaan rumus atau kaidah suatu operasi hitung. Dalam sebuah operasi
hitung berlangsung proses yang serupa untuk objek kuantitas yang berbeda.
Misalnya dengan memahami konsep penjumlahan anak akan tahu bahwa 2+5 adalah 7 dan 4+9 adalah 13; karena
meskipun jumlah angkanya berbeda tetapi pola hitungannya sama. Anak
akan mengalami kesulitan saat menterjemahkan kalimat bahasa menjadi kalimat
matematis pada soal cerita.
3)
Metode
Observasi yang Digunakan
Soal test menghitung:
Ø
4 + 5 6 + 16
Ø
4 x 4 3 x 3
Ø
8 – 2 10 – 2
4)
Analisa
Kesimpulan:
Dari soal test matematika diatas menunjukkan bahwa object
tidak mengalami kesulitan pada penjumlahan dan pengurangan, namun pada hasil
perkalian ditemukan kesalahan dalam menghitung, dan proses penghitungnnya juga
belum lancar yaitu masih menggunakan bantuan semua jari tangannya.
d.
Program Pembelajaran Individual (PPI)
Hakikat Pembelajaran Individual
1. Pengertian
PPI
Program Pembelajaran Individual dikenal
dengan The Individualized Education Program (IEP) yang diprakarsai oleh SAMUEL
GRIDLEY HOWE tahun1871,
yang merupakan salah satu bentuk layanan pendidikan bagi ABK. Bentuk
pembelajaran ini sudah diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1992, yang merupakan satu
rancangan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus agar mereka mendapatkan
pelayanan sesuai kebutuhannya dengan lebih memfokuskan pada kemampuan dan
kelemahan kompetensi peserta didik.
MERCER and MERCER (1989) mengemukakan bahwa
“program pembelajaran individual menunjuk pada suatu program pembelajaran
dimana siswa bekerja dengan tugas-tugas yang sesuai dengan kondisi dan
motivasinya”. Hal ini disebabkan karena perbedaan antara individu pada ABK
sangat beragam, sehingga layanan pendidikannya lebih diarahkan pada layanan
yang bersifat individual, walaupun demikian layanan yang bersifat klasikal
dalam batas tertentu masih diperlukan.
Progrm Pembelajaran Individual harus merupakan program yang
dinamis, artinya sensitif terhadap berbagai perubahan dan kemajuan peserta
didik, yang diarahkan pada hasil akhir yaitu kemandirian yang sangat berguna
bagi kehidupannya, mampu berperilaku sesuai dengan lingkungannya atu
berperilaku adaptif.
2. Fungsi
Program Pembelajaran Individual
1)
Untuk memberi arah pengajaran; dengan
mengetahui kekuatan, kelemahan dan minat siswa maka program yang
iindividualisasikan terarah pada tujuan atas dasar kebutuhan dan sesuai dengan
tahap kemampuannya saat ini.
2)
Menjamin setiap ABK memiliki suatu
progrm yang diindividualkan untuk mempertemukan kebutuhan khs mereka dan
mengkomunikasikan program tersebut kepada orang-orang yang berkepentingan.
3)
Meningkatkan keterampilan guru dalam
melakukan asesmen tentang karakteristik kebutuhan belajar tiap anak dan
melakukan usaha mempertemukan dengan kebutuhan-kebutuhan siswa.
4)
Meningkatkan potensi untuk komunikasi
antar/dengn anggota tim, khususnya keterlibatan orang tua, sehingga sering
beretemu dan saling mendukung untuk keberhasilan ABK dalam pendidikan.
5)
Menjadi wahana bagi peningkatan usaha
untuk memberikan pelayanan pendidikan yang lebih efektif.
3. Komponen
Program Pembelajaran Individual.
Secara garis besar komponen Progrm Pembelajaran Individual
meliputi :
1) Deskripsi
tingkat kecakapan/kemampuan saat ini (performance levels): tingkat
kemampuan/kecakapan yang diketahui setelah dilakukan asesmen, sehingga guru
kelas dapat mengetahui kekuatan, kelemahan dan kebutuhan pembelajaran siswa
yang bersangkutan. Informasi ini umumnya berkaitan dengan kemampuan akademik,
pola perilaku khusus, keterampiln menolong diri, bakat voksional, dan kemampuan
berkomunikasi.
.
2) Sasaran
program tahunan/tujuan pengajaran tahunan ( longrange or annual goals) Komponen ini merupakan kunci
komponen pembelajaran karena dapat memperkirakan program jangka panjang selama
kegiatan sekolah dan dapat dipecahpecah menjadi beberapa sasaran. Kerjasama
antara guru dan orangtua perlu dilakukan sehingga tujuan pembelajaran lebih
realis. Merumuskan tujuan PPI harus memperhatikan empat kriteria yaitu:
a)
dapat diukur -> pernyataan harus
menggunakan kata kerja oprsional (menyebutkan, menjelaskan, mendefinisikan,
mengidentifikasi, menulis dll) dan tidak menimbulkan penafsiran ganda (memahami,
mengetahui, mengerti).
b)
positif -> tujuan itu harus
membawa perubahan ke arah positif (mis. “siswa dpat merespon waktu dengan
tepat” bukan “ siswa dapat bertahan menutup mulut”.
c)
orientasi pada siswa > merumuskan
apa yang dipelajari bukan apa yang siswa pikirkan (mis: siswa dapat menanggapi
secara lisan pertanyaan dengan dua-tiga prase).
d)
relevan -> sesuai dengan kebutuhan
individu.
3) Sasaran
belajar jangka pendek (shortterm objectives) Sasaran belajar jangka pendek/tujuan jangka pendek harus
dikonsep dan dikembangkan melalui analisa tugas, dipakai sebagai acuan dalam
proses pembelajaran guna mencapai kemampuan yang lebih spesifik. Sasaran
belajar ini harus dapat diamati, dapat diukur, berpusat pada siswa, positif dan
hendaknya mencerminkan pengajaran antara tingkat kecakapan dan tujuan akhir.
Tujuan khusus mempunyai beberapa komponen yaitu ABCD (Audience – Behavior – Condition
– Degree); mis:
·
Jika ditunjukkan empat warna
(condition) Budi (audience) dapat menyebutkan nama-nama warna tsb (behavior)
100% benar (degree).
·
Anak diberi empat macam uang logam
bernilai Rp.25,- , Rp.50,- . Rp.100,- dan Rp.500,-; dapat menentukan nilai tiap
mata uang logam tsb dengan ketepatan seratus persen.
4) Diskripsi
pelayanan(Description of services) , meliputi :
·
guru yang mengajar,
·
isi program pengajaran dan kegiatan
pembelajaran,
·
alat yang dipergunakan.
5) Tanggal
pelayanan (Dates of service) -> dlam Program Pembelajaran Individual harus
terdapat tanggal kapan pengajaran mulai dilaksanakan dan antisipasi lamanya pelayanan.
6) Penilaian
(Evaluation) ->terbagi dalam dua bagian yaitu:
a)
Penilaian untuk menentukan tingkat
kecakapan sisiwa saat ini, menjelaskan kekuatan dan kelemahan siswa (assesment).
b)
Menili keberhasiln siswa dalam
mencapai tujuan jangka pendek yang telah ditetapkan.
Prosedur penilaian dapat dilakukan dengan lisan, tulisan atau perbuatan.
Metodenya dapat melalui tes atau observasi.
4.
Referensi
Pusat Kurikulum Badan
Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan
Nasional, Model Kurikulum
Bagi Peserta Didik
Yang Mengalami Kesulitan Belajar. Jakarta: 2007, atau lihat http://os2kangkung.blogspot.com/2009/09/contoh-model-kurikulum-bagi-peserta.html,
diakses pada tanggal 08 Desember 2011.
Sanjaya, Ade. Pengertian
Kesulitan Belajar, atau lihat di http://aadesanjaya.blogspot.com/2011/08/pengertian-kesulitan-belajar.html, diakses
pada tanggal 17 Oktober
2011.
Somantri,
T.Sutjihati, Psikologi Anak Luar Biasa, Bandung: PT. Refika Aditama, 2007, atau lihat di http://devianggraeni90.wordpress.com/2010/04/05/definisi-kesulitan-belajar/, diakses
pada tanggal 19 September 2011.
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196211211984031-DUDI_GUNAWAN/Pembelajaran_Individual.pdf,
diakses pada tanggal 14 Desember 2011.
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/04/definisi-kesulitan-belajar/, diakses
pada tanggal 19 September 2011.
http://www.mail-archive.com/milis-nakita@news.gramedia-majalah.com/msg02650.html,
diakses pada tanggal 20 Oktober 2011.
[1] http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/04/definisi-kesulitan-belajar/, diakses pada tanggal 19 September 2011.
[2] Ade
Sanjaya, Pengertian Kesulitan Belajar, atau lihat di http://aadesanjaya.blogspot.com/2011/08/pengertian-kesulitan-belajar.html, diakses pada tanggal
17 Oktober 2011.
[3] T.Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa (Bandung: PT. Refika
Aditama , 2007) atau lihat di http://devianggraeni90.wordpress.com/2010/04/05/definisi-kesulitan-belajar/, diakses pada tanggal 19
September 2011.
0 komentar:
Posting Komentar