Individu tunalaras biasanya menunjukan perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di sekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.
KARAKTERISTIK ANAK TUNALARAS MENURUT HALLAHAN DAN
KAUFFMAN
Karakteristik yang dikemukakan Hallahan dan kauffman
(1986) berdasarkan dimensi tingkah laku anak tuna laras adalah sebagai berikut:
-
Anak yang mengalami
gangguan perilaku
a.
Berkelahi, memukul
menyerang
b.
Pemarah
c.
Pembangkang
d.
Suka merusak
e.
Kurang ajar, tidak sopan
f.
Penentang, tidak mau
bekerjasama
g.
Suka menggangu
h.
Suka ribut, pembolos
i.
Mudah marah, Suka
pamer
j.
Hiperaktif, pembohong
k.
Iri hati, pembantah
l.
Ceroboh, pengacau
m.
Suka menyalahkan orang
lain
n.
Mementingkan diri
sendiri
-
Anak yang mengalami
kecemasan dan menyendiri:
a.
Cemas
b.
Tegang
c.
Tidak punya teman
d.
Tertekan
e.
Sensitif
f.
Rendah diri
g.
Mudah frustasi
h.
Pendiam
i.
Mudah bimbang
-
Anak yang kurang dewasa
a.
Pelamun
b.
Kaku
c.
Pasif
d.
Mudah dipengaruhi
e.
Pengantuk
f.
Pembosan
-
Anak yang agresif
bersosialisasi
a.
Mempunyai komplotan
jahat
b.
Berbuat onar bersama komplotannya
c.
Membuat genk
d.
Suka diluar rumah sampai larut
e.
Bolos sekolah
f.
Pergi dari rumah
Bukan
masalah yang sederhana untuk menentukan batasan mengenai anak yang mengalami
gangguan tingkah laku atau lebih dikenal dengan istilah tunalaras. Individu
tunalaras biasanya menunjukan perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan
norma dan aturan yang berlaku di sekitarnya. Yang menjadi pokok pembahasan
adalah anak yang mengalami gangguan tingkah laku yang memerlukan layanan
pendidikan luar biasa.
Anak tunalaras memiliki kecerdasan yang tidak berbeda dengan anak-anak pada
umumnya. Prestasi mereka rendah “bukan karena bodoh”, tetapi disebabkan mereka
kehilangan minat dan konsentrasi belajar karena masalah gangguan emosi yang
mereka alami. Disamping anak yang berinteligensi rendah, tidak berarti bahwa
anak yang memiliki inteligensi tinggi tidak bermasalah. Anak berinteligensi
tinggi seringkali mempunyai masalah dalam penyesuaian diri dengan teman-temannya.
Anak yang pintar dengan hambatan ego emosional seringkali mempunyai anggapan
yang negatif terhadap sekolah. Ia menganggap sekolah terlalu mudah dan guru
menerangkan terlalu lambat.
Bimbingan
bina pribadi dan sosial antara lain :
1.
Membina rasa Ketuhanan dan budi pekerti
Membina rasa Ketuhanan
hakekatnya berbicara masalah kualitas keimanan. Cara membina rasa Ketuhanan
anak gangguan emosi dan tingkah laku antara lain dimulai dengan menanamkan
nilai dan norma iman, karena keimanan mengandung nilai dan norma Ketuhanan.Hal
ini dimaksudkan agar dapat menjadi perisai dari agresi kejahatan, materi dan
keputusasaan anak dalam hidup. Sifat mudah marah, emosional, agresif, merusak
dan mengganggu orang lain disebabkan karena lemahnya kadar keimanan seseorang.
Sehingga ia tidak ada rasa takut atas resiko kerugian yang ditimbulkan dari
perbuatannya.
Caranya :
a.
Tanamkan pengertian melalui contoh-contoh kongrit sederhana bahwa perbuatan
melanggar norma agama membuahkan dosa dan akan mendapatkan siksa.
b.
Sebaliknya kepada anak juga perlu ditanamkan pengertian bahwa perbuatan baik
dan terpuji sesuai norma agama membuahkan pahala dan akan mendapatkan imbalan
dari Tuhannya.
c. Berikan contoh-contoh
kegiatan yang dapat menumbuhkembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan
dalam kehidupan keagamaan yang praktis dan fungsional.
Bimbingan
budi pekerti pada anak gangguan emosi dan sosial dimaksudkan agar anak menjadi
manusia yang berbudi luhur, sopan santun, andap asor, jujur, disiplin, dan
memiliki rasa setia kawan. Bentuk bimbingan budi pekerti antara lain :
a.
Menanamkan
sikap sopan santun
b.
Menganjurkan
berpakaian rapi dan bersih
c.
Petunjuk
menghindari perkelaian
d.
Menanamkan
sikap patuh pada tata tertib keluarga dan sekolah
e.
Memperbanyak
mengkaitkan materi pelajaran dengan nilai keagamaan
f.
Bimbingan
waktu luang
2.
Membina konsep diri dan pengenalan diri
Anak tunalaras hidup dalam
lingkungan sosial, ia berkomunikasi dengan lingkungan sosialnya. Konsep dan
pemahaman diri sangat diwarnai oleh hasil dari komunikasi sosial, sehingga pada
diri anak dapat timbul penilaian atas dirinya, baik penilaian diri sebagai
subyek maupun dirinya sebagai obyek. Untuk dapat mendudukkan diri sebagai
subyek dan sebagai obyek biasanya bertolak dari persepsi diri terhadap kondisi
fisik diri, kondisi psikis diri, dan kondisi sosial diri.
Konsep diri positif
biasanya dilandasi oleh :
a. Pada diri anak telah
mengalami nilai dan prinsip tertentu
b. Dapat menyesali tindakan
sendiri yang ternyata salah (dapat merugikan diri dan orang lain) dan bersedia
memperbaikinya
c. Tidak menghabiskan waktu
yang tidak perlu dengan kecemasan
d. Memiliki keyakinan pad
kemampuan diri untuk mengatasi persoalan (kegagalan, kelainan) sambil
bertawakkal pada kepastian illahi
e. Merasa setara dengan
orang lain dan hanya nilai taqwa yang bisa membedakannya
Sedang
persepsi negatif biasanya dilandasi oleh adanya ketidaktahanan dalam menerima
kritik atas dirinya, ejekan, sangat responsif terhadap pujian, merasa tidak
diperhatikan oleh orang lain.
Stuart
& Sundeen (1991) mendeskripsikan konsep diri yang terdiri atas gambaran
diri, ideal diri, harga diri, peran, dan identitas diri. Seseorang yang
memiliki kepribadian yang sehat biasanya dilandasi oleh gambaran diri yang
positif dan akurat, ideal diri realistik, konsep diri positif, harga diri yang
tinggi, adanya kepuasan penampilan peran serta adanya identitas diri yang
jelas.
3.
Membina emosi/perasaan dan sikap sosial
Perasaan sosial akan
mempengaruhi sikap sosial seseorang. Perasaan sosial yang altrimistis,
egoistis, maupun individualis sama-sama tidak baik pengaruhnya terhadap
pembentukan sikap sosial. Adanya sikap sosial yang antipati dan antipati juga
tidak menguntungkan bagi perkembangan kepribadian seseorang. Anak-anak
tunalaras perlu dibina perasaan sosial dan sikap sosial yang positif.
Paling tidak ada 2 aspek
yang perlu ditanamkan kepada mereka yaitu :
a.
Kemampuan
mengadakan relasi sosial, seperti :
· Kemampuan bergaul
· Bekerjasama dengan orang
lain
· Dimilikinya peran sosial
yang sesuai dan jelas
· Kemampuan mengadakan
penyesuaian sosial
b.
Kemampuan
mengadakan integrasi sosial
Hasil
akhir dari pembinaan perasaan sosial dan sikap sosial adalah anak dapat bergaul
dan bekerjasama dengan orang lain dalam kelompok, yahu akan perannya dan dapat
menyesuaikan diri dengan peran tersebut, dapat memahami tugas dan dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik, dapat memahami batas-batas dari perilakunya,
dapat menyesuaikan dengan lingkungan sosial, etika pergaulan, agama dan tidak
memisahkan diri, tidak rendah diri dan tidak berlebihan serta mampu bergaul
secara wajar dengan lingkungannya.
4.
Membina kehendak
Kehendak adalah
dorongan/kekuatan dari dalam untuk berbuat guna mancapai sesuatu yang
dikehendaki daan menghindrai sesuatu yang tidak dikehendaki. Kemauan adalah
kehendak yang berhubungan dengan kerokhanian.
a.
Membina
kebiasaan
Kebiasaan yang sudah
berlangsung lama dapat mewarnai kepribadian seseorang. Namun, anak tunalaras
perlu dilatih segala aktivitas yang positif dan konstruktif agar apabila anak
sanggup mengerjakannya berulang-ulang dapat membentuk kepribadian yang baik.
Misalnya kebiasaan hidup tertib, aktif beraktivitas, hidup bersih, hidup sehat,
rajin belajar.
b.
Membina
nafsu
Nafsu merupakan dorongan
untuk memenuhi kebutuhan hidup. Nafsu ada beberapa macam yaitu nafsu amarah
(penggerak), nafsu musawwilah (penipu diri), nafsu lawwamah (penimbang), nafsu
muthmainnah (ketenangan/kesadaran). Dengan memahami nilai dan norma agama, maka
nafsu yang cenderung mendorong orang berbuat negatif dan jahat dapat dicegah
dan melahirkan nafsu muthmainnah.
c.
Membina
kecenderungan/kegemaran/hobby
Kecenderungan/kegemaran/hobby
adalah suatu dorongan yang datangnya relatif selalu timbul. Cara membina
kecenderungan/kegemaran.hobby antara lain dengan cara mengarahkan pada
aktivitas yang positif dan tidak bertentangan dengan nilai dan norma di
masyarakat.
d.
Membina
kemauan
Kemauan merupakan tenaga jiwa
yang memberi ketetapan untuk menepati atau melaksanakan keputusan bathin.
Membina kemauan anak tunalaras adalah melalui menyalurkan kemauan itu ke
kegiatan yang positif, berikan hadiah dan hukuman yang sesuai, biasakan berbuat
baik guna membentuk kata hatinya. Kemauan pada hakekatnya dapat dididik, oleh
karena itu ada seloka sebagai berikut :
· Keputusan bathin akan dapat
disepakati, kalau kemauan kuat
· Kemauan dapat kuat, kalau
motif kuat
· Motif dapat kuat kalau
berdasar keyakinan.
Kondisi/Keadaan
Fisik
Kondisi fisik ini dapat berupa kelainan atau kecacatan
baik tubuh maupun sensoris yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang.
Kecacatan yang dialami seseorang mengakibatkan timbulnya keterbatasan dalam
memenuhi kebutuhanya baik berupa kebutuhan fisik-biologis maupun kebutuhan
psikisnya. Kondisi ini kadang menimbulkan perasaan inferioritas dan menyebabkan
ketidakstabilan emosi anak yang pada akhirnya berujung pada gangguan perilaku.
2.
Masalah
Perkembangan
Erikson (dalm Singgih D. Gunarsa,1985:107) menjelaskan
bahwa setiap memasuki fase perkembangan baru, individu dihadapkan berbagai
tantangan satu krisis emosi. Apabila ego dapat mengatasi krisis ini, individu
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan social atau masyarakat. Sebaliknya
apabila individu tidak dapat menyelesaikan masalh tersebut maka akan
menimbulkan gangguan emosi dan tingkah laku. Konflik emosi ini terjadi pada
masa kanak-kanak dan masa pubertas.
3.
Lingkungan
Keluarga
Keluarga memiliki pengaruh yang demikian penting dalam
membentuk kepribadian anak. Keluargalah peletak dasar perasaan aman pada anak,
dalam keluarga pula anak memperoleh pengalaman pertama mengenai peasaan dan
sikap social.
Aspek-aspek yang berkaitan dengan masalah gangguan emosi
dan tingkah laku, yaitu:
•
Kasih sayang
dan perhatian
•
Kehormonisan
keluarga
•
Kondisi ekonomi
4. Lingkungan
Sekolah
Timbulnya gangguan tingkah laku yang disebabkan
lingkungan sekolah berasal dari guru dan fasilitas pendidikan. Perilaku guru
yang otoriter mengakibatkan anak menjadi tertekan dan takut menghadapi
pelajaran, sehingga anak lebih memilih membolos dan berkeluyuran. Fasilitas
pendidikan juga mempengaruhi gangguan tingkah laku. Sekolah yang tidak
mempunyai fasilitas untuk anak menyalurkan bakat dan mengisi waktu luang
mengakibatka anak menyalurkan aktivitas pada hal-hal yang kurang baik.
5. Lingkungan
Masyarakat
Di dalam lingkugan masyarakat terdapat banyak sumber yang
merupakan pengaruh negative yang dapat memicu timbulnya perilaku menyimpang.
Sikap masyarakat masyarakat yang negative ditambah banyaknya hiburan yang tidak
sesuai dengan perkembangan jiwa anak merupakan sumber terjadinya kelainan
tngkah laku. Masuknya pengaruh kebudayaan asing yang kurang sesuai dengan
tradisi yang dianut masyarakat yang diterima oleh kalangan remaja dapat
menimbulkan konflik yang siftny negative.
Pendidikan pada
anak Tunalaras.
Di dalam pelaksanaannya beberapa bentuk penyelenggaraan
pendidikan anak tunalaras antara lain adalah sebagai berikut:
a.
Penyelenggaraan bimbingan dan penyuluhan di sekolah reguler. Jika diantara
murid di sekolah tersebut ada anak yang menunjukan gejala kenakalan ringan
segera para pembimbing memperbaiki mereka. Mereka masih tinggal bersama-sama
kawannya di kelas, hanya mereka mendapat perhatian dan layanan khusus.
b.
Kelas khusus apabila anak tunalaras perlu belajar terpisah dari teman pada
satu kelas. Kemudian gejala-gejala kelainan baik emosinya maupun
kelainan tingkah lakunya dipelajari. Diagnosa itu diperlukan sebagai dasar
penyembuhan. Kelas khusus itu ada pada tiap sekolah dan masih merupakan bagian
dari sekolah yang bersangkutan. Kelas khusus itu dipegang oleh seorang pendidik
yang berlatar belakang PLB dan atau Bimbingan dan Penyuluhan atau oleh seorang
guru yang cakap membimbing anak.
c.
Sekolah Luar Biasa bagian Tunalaras tanpa asrama Bagi Anak
Tunalaras yang perlu dipisah belajarnya dengan kata kawan yang lain karena
kenakalannya cukup berat atau merugikan kawan sebayanya.
d.
Sekolah dengan asrama. Bagi mereka yang kenakalannya berat,
sehingga harus terpisah dengan kawan maupun dengan orangtuanya, maka mereka
dikirim ke asrama. Hal ini juga dimaksudkan agar anak secara kontinyu dapat
terus dibimbing dan dibina. Adanya asrama adalah untuk keperluan penyuluhan.
Untuk memenuhi kebutuhan
pendidikannya maka perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut:
- Berusaha mengatasi semua masalahnya dengan menyesuaikan
proses pembelajaran sesuai dengan kondisi anak tunalaras
- Berusaha mengembangkan kemampuan fisik, mengembangkan
bakat dan menegmbangkan intelektual
- Memberi keterampilan khusus untuk bekal hidupnya
- Memberi kesempatan untuk menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya
- Memberi rasa aman agar mereka punya percaya diri dan
tidak merasa disia-siakan oleh lingkungan sekitar
- Menciptakan suasana yang tidak membuat anak merasa
rendah diri dan rasa bersalah.
Klasifikasi Anak Tuna Laras
Secara
garis besar anak tuna laras dapat diklasifikasikan menjadi anak yang mengalami
kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan anak yang
mengalami gangguan emosi. Sehubungan dengan itu, William M.C (William.M. C.,
1975 ) mengemukakan kedua klasifikasi tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Anak yang mengalami kesulitan
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial (Socially Malasjusted
Children):
Ø The Semi-socialize child, anak yang termasuk dalam kelompok
ini dapat mengadakan hubungan sosial tetapi terbatas pada lingkungan tertentu.
Misalnya: keluarga dan kelompoknya. Keadaan seperti ini datang dari lingkungan
yang menganut norma-norma tersendiri, yang mana norma tersebut bertentangan
dengan norma yang berlaku di masyarakat. Dengan demikian anak selalu merasakan
ada suatu masalah dengan lingkungan di luar kelompoknya.
Ø Children arrested at a primitive level of socialization,
anak pada kelompok ini dalam perkembangan sosialnya, berhenti pada level atau
tingkatan yang rendah. Mereka adalah anak yang tidak pernah mendapat bimbingan
kearah sikap sosial yang benar dan terlantar dari pendidikan, sehingga ia
melakukan apa saja yang dikehendakinya. Hal ini disebabkan karena tidak adanya
perhatian dari orang tua yang mengakibatkan perilaku anak di kelompok ini
cenderung dikuasai oleh dorongan nafsu saja. Meskipun demikian mereka masih
dapat memberikan respon pada perlakuan yang ramah.
Ø Children with minimum socialization capacity, anak kelompok
ini tidak mempunyai kemampuan sama sekali untuk belajar sikap-sikap sosial. Ini
disebabkan oleh pembawaan/kelainan atau anak tidak pernah mengenal hubungan
kasih sayang sehingga anak pada golongan ini banyak bersikap apatis dan egois.
2. Anak yang mengalami gangguan
emosi (Emotionally Disturbed Children), terdiri dari:
Ø Neurotic Behavior, anak pada kelompok ini masih bisa bergaul
dengan orang lain akan tetapi mereka mempunyai masalah pribadi yang tidak mampu
diselesaikannya. Mereka sering dan mudah dihinggapi perasaan sakit hati,
perasaan cemas, marah, agresif dan perasaan bersalah. Disamping itu kadang
mereka melakukan tindakan lain seperti mencuri dan bermusuhan. Anak seperti ini
biasanya dapat dibantu dengan terapi seorang. Keadaan neurotik ini biasanya
disebabkanoleh sikap keluarga yang menolak atau sebaliknya, terlalu memanjakan
anak serta pengaruh pendidikan yaitu karenakesalahan pengajaran atau juga
adanya kesulitan belajar yang berat.
Ø Children with psychotic processes, anak pada kelompok ini
mengalami gangguan yang paling berat sehingga memerlukan penanganan yang lebih
khusus. Mereka sudah menyimpang dari kehidupan yang nyata, sudah tidak memiliki
kesadaran diri serta tidak memiliki identitas diri. Adanya ketidaksadaran ini
disebabkan oleh gangguan pada sistem syaraf sebagai akibat dari keracunan,
misalnya minuman keras dan obat-obatan.
1 komentar:
Setuju bna..,
Posting Komentar